Dongeng 101 Negara: Sepatu Abu Kosim Pembawa Sial (Dongeng dari Irak)
- Updated: November 17, 2023
Download full ebook karya Kak Nurul Ihsan
Dongeng 101 Negara: Sepatu Abu Kosim Pembawa Sial (Dongeng dari Irak)
Abu Kosim adalah seorang laki-laki setengah baya yang hidup di kota Bagdad. Badannya kurus dan kecil, jenggotnya mirip jenggot kambing.
Ia hidup seorang diri di rumah yang cukup sederhana. Selama ini Abu Kosim dikenal sebagai orang yang pelit pada dirinya sendiri.
Barang-barang yang dimilikinya tidak akan dibuang atau diberikan kepada orang lain sebelum terlihat amat dekil. Salah satunya adalah sepatu. Sepatu terbuat dari kulit unta yang telah dipakai bertahun-tahun itu tetap dipertahankan meskipun sudah sangat dekil, berlubang di sana-sini, dan menyebarkan bau tidak sedap.
Suatu hari, Abu Kosim bertemu dengan sahabat lamanya di kolam renang. Di tempat tersebut sahabatnya berjanji akan membelikan sepatu baru.
“Karena aku lihat sepatu kamu sudah bau tong sampah,” kata sahabatnya sedikit menyindir. “Wah, kalau begitu terimakasih,” ucap Abu Kosim tanpa merasa tersindir sedikit pun.
Sewaktu Abu Kosim selesai mandi, di dekat sepatu bututnya ada sepatu baru yang amat bagus. Warnanya hitam dengan hiasan warna emas di sana-sini.
“Sahabatku memang baik,” gumam Abu Kosim tercengang melihat sepatu itu. Ia kira sepatu itu dari sahabatnya. Tanpa berpikir panjang lagi ia memakainya dan membawanya pulang.
Tetapi apa yang terjadi? Tidak lama setelah Abu Kosim duduk di ruang tamu rumahnya, datang seorang pengawal kerajaan membawa surat penangkapan. “Apa salah saya?” tanya Abu Kosim.
“Kamu telah mencuri sepatu Gubernur,” jawab pengawal.
“Mencuri? Yang benar saja,” Abu Kosim merentangkan tangannya. “Tadi saya memang baru diberi sepatu baru oleh sahabat lama saya. Bukan mencuri seperti yang kamu tuduhkan!” Abu Kosim tidak terima.
“Saya hanya diminta menangkap tuan. Kalau keberatan, silakan tuan kemukakan alasan tuan di persidangan,” ujar pengawal.
Akhirnya dengan terpaksa Abu Kosim mengikuti pengawal. Di balairung ia sudah ditunggu Gubernur beserta Tuan Hakim.
“Abu Kosim, kamu telah mencuri sepatu Gubernur dan menukarnya dengan sepatumu. Karena kamu telah melanggar hukum, kamu didenda 50 dinar,” kata Hakim usai membacakan kesalahan Abu Kosim.
Tanpa memberi alasan lagi Abu Kosim mengeluarkan uang dendanya dan mengembalikan sepatu Gubernur serta mengambil sepatu bututnya.
“Sepatu ini benar-benar membuat sial!” sungut Abu Kosim begitu keluar dari balairung, “lebih baik dibuang di sungai saja,” putusnya kemudian.
Hari itu juga, sebelum sampai di rumah, Abu Kosim membuang sepatunya ke sungai. Namun dasar sedang sial, sepatu yang dibuang itu ternyata tersangkut di jala seorang nelayan miskin. Beberapa jam kemudian datang pengawal membawa surat penangkapan.
“Sepatu yang kamu buang telah merusak jala seorang nelayan miskin, sehingga ia tidak mendapatkan ikan,” alasan pengawal.
Untuk kedua kalinya di hadapan Gubernur, Abu Kosim didenda. Kali ini dia harus mengganti segala kerugian yang diderita nelayan itu, gara-gara sepatu bututnya.
“Benar-benar sepatu sialan!” umpat Abu Kosim begitu kembali ke rumah, “Mungkin aku harus membuangnya di tempat yang tidak dilalui orang,” terusnya sambil berpikir keras.
Malam harinya, Abu Kosim berjalan menyusuri kota dan menemukan bangunan kuno tertinggi di Kota Bagdad. Di atas genteng bangunan itulah ia membuang sepatunya.
Ternyata apa yang diperkirakan Abu Kosim meleset. Memang bangunan itu tidak dilewati orang, tetapi di situ ada penghuninya, yaitu seekor kucing.
Karena merasa terganggu dengan bau busuk sepatu Abu Kosim, kucing tersebut menjatuhkannya. Pada saat itu di bawah gedung ada seorang laki-laki lewat dan sepatu Abu Kosim mengenai kepalanya.
Laki-laki itu langsung mengadukan kepada Gubernur. Sekali lagi Gubernur memanggil Abu Kosim. “Untuk ketiga kalinya kamu membuat kesalahan, karena itu selain didenda kamu juga ditahan selama satu minggu!” Hakim memutuskan di persidangan.
Nah, di dalam sel itulah Abu Kosim baru sadar akan sifat pelitnya selama ini yang ternyata telah menyengsarakannya dan menyengsarakan orang lain. Setelah keluar dari penjara ia menghadap Gubernur.
“Yang mulia, saya ingin membuat perjanjian,” kata Abu Kosim sungguh-sungguh, “saya akan membuang sepatu butut ini dan akan membeli sepatu baru. Dengan begitu apa pun yang terjadi akibat sepatu ini jangan dikaitkan dengan saya,” katanya lagi.
Gubernur tersenyum tanda setuju. Terlebih lagi setelah Abu Kosim berjanji akan merubah sifat pelitnya selama ini. ***
Pesan Moral : Sifat pelit atau kikir itu tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga bisa merugikan orang lain.
Gambar oleh Speedy McVroom dari Pixabay